Ramainya jalanan di ibukota memang sudah menjadi rutinitas sehari hari bagi orang jakarta. Jumlah kendaraan yang tiap tahun terus bertambah namun tidak diikuti oleh penambahan ruas jalan membuat kemacetan di sejumlah lokasi.
Kemacetan ini pun tidak terelakkan terjadi juga di ruas jalan TOL. Banyaknya kendaraan dan disertai dengan jumlah gardu yang kadang tidak "full" beroperasi semua, akan mengakibatkan terjadinya bottle neck saat pembayaran tol. Selepas itu jalanan akan kembali lancar sampai kemudian akan kembali macet jika sudah mendekati gardu tol. Parahnya kemacetan ini kadang ditambah dengan banyaknya kendaraan besar yang mengambil jalur di tengah ataupun mogok di bahu jalan. Lengkap sudah waktu yang seharusnya bisa dihabiskan dengan keluarga, malah kita habiskan di jalan.
Beberapa kendala dalam antrian pembayaran di gardu tol sebenarnya sudah diketahui, yaitu durasi saat pembayaran. Hal yang umum terjadi dalam hal antrian, yaitu lamanya pengembalian uang jika nominal yang dibayar sangat besar. Oleh karena itu, ada anjuran dari pihak Tol agar pembayaran lebih efisien jika menggunakan uang pas. Namun, pembeli ada raja bukan? Kadang beberapa dari kita tidak serajin itu menyiapkan nominal uang pas untuk tol, dan hal ini pun harus disesuaikan dengan pintu tol mana yang akan kita masuk. Karena beda pintu tol, beda pula nominal yang harus dibayar.
Pengembalian uang dalam nominal yang besar ini dapat diakali jika petugas tol sudah menyiapkan uang kembalian. Sekali lagi, faktor ini pun bergantung dari kesiapan petugas tol. Berapa banyak paket kembalian yang harus disiapkan oleh petugas tol? Kalau dibayarnya menggunakan uang nominal 20.000 ? 50.000? 100.000? sedangkan biaya tol hanya 7.500 ? bisa dibayangkan kemampuan matematika petugas tol diuji di sini. Jika terjadi salah nominal, maka hasilnya sudah pasti akan lebih lama di depan gardu tol.
Solusi dari kejadian di atas diselesaikan dengan pemasangan gardu tol otomatis (GTO). Dengan adanya GTO ini, kita hanya perlu berinteraksi dengan mesin. Dengan menggunakan kartu eTollcard ataupun eMoney, letakkan saja kartu tersebut dan "tip", boomgate akan terbuka dan kita kembali melanjutkan perjalanan tanpa harus pusing menyediakan uang receh.
Mesin untuk membaca kartu pintar itu (eTollcard) ternyata juga dipasang untuk kasir manual. Hal yang sebenarnya jika kita lihat dari dua sisi, sopir selaku pemakai jalan tol dan petugas tol selaku kasir pembayaran, sama-sama menguntungkan. Kasir tidak perlu menyiapkan ataupun berhitung berapa kembalian yang harus diberikan ke pengendara mobil. Benar benar simbiosis mutualisme bukan?
Ternyata di balik kemudahan ini, masih saja ada kejadian yang tidak menyenangkan bisa terjadi. Kejadian yang tidak menyenangkan ini mungkin lebih cocok disebut sebagai kriminalitas. Bentuk nyata kriminal yang terjadi dan mungkin sampai saat ini ada , yaitu penukaran kartu eTollcard. Jadi modus kriminalnya adalah petugas kasir akan menukar kartu eTollcard kita dengan kartu eTollcard yang sudah disediakan oleh petugas kasir. Biasanya kartu tersebut sudah hampir kosong nominalnya.
Lho, bukannya saat disinkron dengan mesin reader, tercantum nominal kartu kita? Ya, justru dari nominal tersebut adalah dasar dari penukaran kartu terjadi. Maksdunya jika nominalnya besar, tentu kartu akan ditukar, karena tidak mungkin petugas kasir akan mengambil resiko untuk menukar kartu yang nominalnya kurang besar. Kalkulasi risk dan reward mereka ternyata ada, sayangnya malah jadi kriminal.
Jadi solusinya bagaimana? apakah kita hanya gunakan saat mesin reader berada di depan petugas
kasir?
Mesin reader ada yang ditaruh di luar. Namun terkadang di beberapa gerbang tol, mesin tersebut ditempatkan di dalam. Tidak ada kaitan antara mesin reader yang dipasang di luar maupun di dalam. Mengapa? Karena dari pengamatan penulis, petugas kasir harus mengambil struk tol. Nah di sinilah sebenarnya kecepatan tangan petugas tol beraksi. Saat dia hendak mengambil struk tol, tentu tangannya harus dimasukkan ke dalam. Biasanya kita sebagai pengguna jalan, sering sekali tidak memperhatikan hal tersebut.
Berarti sangat riskan donk ya kalau menggunakan kartu eTollcard di gardu yang ada petugasnya? Apakah kita hanya akan menggunakan kartu
etollcard khusus di GTO saja? Repot donk kalau begitu? Dan jika ternyata gerbang
tolnya tidak ada GTO, terus kita harus bagaimana? Berarti manual lagi dengan cara menyiapkan uang
receh?
Sudah banyak sekali laporan yang masuk mengenai kejadian ini, namun dari pihak Bank ataupun pihak Jasa Marga tidak dapat berbuat banyak. Mereka bersikap seolah-olah hal tersebut tidak dapat dilacak ataupun tidak ada tindak penyuluhan ataupun penegasan bagi oknum petugas kasir ini. Jadilah kita sebagai pengguna yang harus semakin meningkatkan kewaspadaan terhadap modus seperti ini.
Apa yang penulis lakukan untuk menghindari terjadinya modus seperti ini? Hal paling memudahkan kita adalah identifikasi kartu eTollcard. Dengan memberikan label, striker pada kartu ataupun kartu yang disarungkan (dengan tali seperti name tag) maka akan membuat oknum petugas kasir tidak dapat menukar kartu tersebut. Lebih baik lagi jika kartu tersebut memiliki permukaan yang dapat kita raba. Maksudnya di sini adalah untuk menghemat waktu jika kita menggunakannya dalam malam hari. Penulis memberikan striker besar pada kartu eTollcard, sehingga ketika dikembalikan oleh petugas tol, penulis hanya perlu meraba eTollcard apakah ada striker besar tanpa perlu melihat dalam kegelapan mobil. Tentunya kalau ada tali, lebih mudah lagi.
Intinya adalah jangan membiarkan kartu kita polos seperti apa adanya. Minimnya variasi warna dan bentuk kartu ini yang membuat mudah bagi oknum petugas. Jadi mereka cukup menyediakan satu bentuk kartu dan menunggu mangsa dengan saldo nominal yang besar. Jika kartu mereka polos tanpa ada identifikasi, maka simsalabim, kartu pun tertukar.
Hm... rasanya aneh ya, kenapa oknum petugas malah menukar kartu eTollcard itu? Memangnya si oknum petugas ada kendaraan? Bukankah kartunya hanya bisa dipakai untuk di gerbang tol? Beberapa waktu yang lalu, penulis mendapat informasi bahwa kartu eTollcard ataupun eMoney dapat digunakan juga untuk membeli barang di salah satu toko minimarket! Wah, pantas saja oknumnya berani mengambil resiko, karena walau kartu tersebut tidak dapat diuangkan, namun kartu tersebut dapat dibelanjakan!
Adanya teknologi untuk memudahkan hidup kita ternyata malah dimanfaatkan oleh sejumlah oknum untuk mencari jalan pintas. Teknologi memang memudahkan hidup kita, tentunya jika kita bisa menggunakan dan yang paling penting adalah adanya pengawasan terhadap teknologi itu. Jika saat ini belum ada cara pengawasan dari pihak pembuat teknologi, maka pengawasan harus ditingkatkan di sisi pengguna teknologi itu.
Jadi, teknologi bisa memudahkan tapi bisa menyengsarakan juga...
Waspada Pada Oknum Petugas Tol
Powered by Blogger.
0 komentar:
Post a Comment