on Leave a Comment

Apakah saya mampu?

Pada hari minggu itu, terdengar suara keluh kesah dari ruangan sebelah. Sang Kakek pun mendekat ke ruangan dimana tidak jauh dari hadapannya sang cucu, Bamboroo sedang berkutat dengan segudang kerjaannya

Kakek: "Ada apa Cu?"

Bamboroo: "Oo.. Kakek (dengan nada putus asa). Ga ada apa-apa kok Kek (masih dengan wajah kusut)"

Kakek : "Cerita saja ke Kakek, mungkin kakek bisa bantu?"

Bamboroo: "Ah, kakek. Cuma sedikit masalah saja. Kakek mau minum teh hijau? Kita ke depan yuk, mumpung cuaca mendukung, ga panas di luar."

Mereka berdua duduk di teras rumah sambil minum teh hijau. Sesekali memandang langit yang mendung dengan awan hitam mengumpal. Panasnya teh hijau menghangatkan tenggorokan kedua orang itu, dan pembicaraan pun berlanjut..

Bamboroo: "Kerjaan tambah banyak Kek, mana deadline semakin dekat. Rasanya ga mampu terus-terusan seperti ini..."

Suasana hening sesaat. Mungkin sang kakek sedang berpikir bantuan seperti apa yang bisa diberikan ke sang cucu, mengingat masalah sang cucu adalah masalah kerjaan.

Kakek: "Cu.. lihat tukang bakso yang di seberang itu?"

Bamboroo: "Bakso? iya ada tukang bakso, kenapa kek? (sambil kebingungan) Kakek mau makan bakso?"

Kakek: "Kakek teringat sama tukang bakso langganan kakek, salah satu orang yang begitu kakek kagumi"

Bamboroo: "Kakek mengagumi seorang tukang bakso?"

Kakek yang merupakan teladan banyak orang pun bercerita saat perjumpaannya dengan tukang bakso yang dikaguminya:


Kakek bercerita:
Di suatu senja sepulang kantor, Kakek masih berkesempatan untuk mengurus tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan ayahmu dan saudaranya yang sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai. Ketika itu mereka masih kecil, seumuran adikmu. Hujan rintik rintik selalu menyertai di setiap sore di musim hujan itu.

Di kala tangan sedikit berlumuran tanah kotor, terdengar suara tek...tekk.. .tek...suara tukang bakso dorong lewat. Sambil menyeka keringat, Kakek hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok bakso setelah menanyakan ayahmu dan pamanmu, siapa yang mau bakso?

"Mauuuuuuuuu....", secara serempak dan kompak mereka menjawab.

Selesai makan bakso, kakek lalu membayarnya....

Ada satu hal yang menggelitik pikiran kakek selama ini ketika kakek
membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan di laci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue. Lalu kakek bertanya atas rasa penasaran kakek selama ini.

"Mas, kalo boleh tahu, kenapa uang - uang itu Mas pisahkan? Barangkali ada tujuan ?"

"Iya pak, saya sudah memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, saya hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak saya, mana yang menjadi hak orang lain / tempat ibadah, dan mana yang menjadi hak cita – cita penyempurnaan iman ".

Bamboroo: "Maksudnya apa tuh kek?"

Kakek: (sambil tersenyum) "Kakek pun menanyakan hal yang sama"


"Maksudnya.....?"

"Iya Pak, kan agama dan Tuhan menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan sesama. Saya membaginya menjadi 3, dengan pembagian sebagai berikut :

1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidup sehari - hari saya dan keluarga.

2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso, saya selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja.

3. Uang yang masuk ke kaleng bekas, karena saya ingin menyempurnakan agama yang saya pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu, untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar. Maka saya berdiskusi dengan istri saya. Dan dia pun menyetujui bahwa di setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini, saya harus menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji. Dan Insya Allah selama 17 tahun saya menabung, sekitar 2 tahun lagi saya dan istri saya akan melaksanakan ibadah haji."

Hati kakek sangat..sangat.. tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki pikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkali berlindung di balik perkataan tidak mampu atau belum ada rejeki.

Terus kakek melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut :
"Iya memang bagus, tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang mampu, termasuk memiliki kemampuan dalam biaya".

Ia menjawab, "Itulah sebabnya Pak. Saya justru malu kalau bicara soal mampu atau tidak mampu ini. Karena definisi mampu bukan hak pak RT atau pak RW, bukan hak pak Camat ataupun MUI."

Definisi "mampu" adalah sebuah definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri. Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita mendefinisikan diri sendiri, "mampu", maka Insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita".

Bamboroo: (berdiri dan mengempalkan tangan) "Kek, mulai hari ini dan seterusnya..bambo akan terus berjuang dan tidak boleh putus asa. Bambo percaya kalau kita yakin pada kemampuan kita, semua masalah bisa diatasi. Terima kasih Kek"
Powered by Blogger.