on Leave a Comment

Batu Kehidupan : Batu Besar Dan Batu Kecil (2)

Terjalnya perjalanan di hari itu sungguh membuat hari remaja itu penuh dengan daya juang. Bagaimana tidak? Dirinya harus mendaki dari lembah hingga ke puncak dengan membawa banyak peralatan di pundaknya. Hal ini tidak terelakkan harus dia lakukan. Oleh karena itu, dirinya sudah mempersiapkan jauh hari sebelumnya, sehingga dia tidak perlu takut untuk mulai mendaki.

Masih teringat di dalam benaknya, bagaimana persiapan yang harus dia lakukan di hari sebelumnya. Beban pikirannya terlalu berat untuknya jika dia tidak mulai membuat perhitungan yang cermat. Oleh karena itu, dipetakanlah bagaimana medan tempat dia akan mendaki. Sehari sebelumnya, dia sudah meninjau dan menulis beberapa catatan kecil mengenai "spot" batu besar dan beberapa area yang tidak boleh dilalui. Hal ini tentu berguna agar dirinya tidak terhambat maupun tersesat saat hendak menuju ke puncak. 
Batu Besar

Hingga pada hari H, semua persiapan sudah lengkap dan tertata dengan rapi. Setibanya di lokasi, tatapan matanya langsung tertuju pada bebatuan besar. Dalam pikirannya, semua batu besar sudah berhasil dipetakan dan dirinya yakin jika nanti dirinya bisa menaklukkan batu besar tersebut dan menuju ke puncak lebih cepat dari waktu normal. 

Saat mulai mendaki pun tiba, dengan kepercayaan diri yang tinggi, remaja ini langsung mendaki dengan cepat. Jalur yang memiliki bebatuan besar berhasil dia hindari sehingga mempercepat langkahnya. Dengan waktu yang berhasil dia persingkat, hal itu berarti menghemat energinya. Sungguh perhitungan yang cermat, pikirnya. 

Setelah melewati bagian yang susah, bebatuan besar, tinggal melewati jalur steril yang menyisakan bebatuan kecil. Batu besar memang selalu menghambat jalur di depan, namun batu kecil tentu tidak akan menghambat langkahnya. Ini merupakan jalur yang dia incar sebelumnya. Jika mau diibaratkan, maka ini bagai pepatah `bersakit sakit dahulu, bersenang senang kemudian`. 

Awalnya langkah yang dilakukan memang mudah, namun semakin lama mendaki, bebatuan kecil ini tampaknya lebih licin di tapak sepatu jika dibandingkan harus menginjak bebatuan besar. Namun, dirinya tetap melangkah maju. Dirinya yakin, bebatuan sekecil ini, walau banyak, tidak dapat membuatnya terjatuh. 
Batu Kecil
Hal inilah yang kemudian membawanya kembali terjun ke bawah. Bebatuan kecil yang banyak tidak memiliki fondasi yang kuat, sehingga ketika tapak sepatunya berdiri di atas bebatuan kecil itu maka batu kecil itu akan membawa dirinya turun ke bawah. Semakin sering dia melangkah maju di atas bebatuan kecil yang bergulir ke bawah, semakin sulit dirinya menyeimbangkan kakinya. Hasilnya adalah dirinya terjatuh ke bawah.

Remaja itu akhirnya menyadari bahwa tantangan menuju ke puncak bukan hanya masalah menaklukan batu besar, namun juga harus menaklukkan batu-batu kecil diantaranya. Walau batu itu berukuran lebih kecil bukan berarti tidak dapat menghambat perjalanan kita seperti yang dilakukan oleh batu besar. Justru batu besar dapat terlihat dari kejauhan dan dapat dihindari. Kebalikan dari batu besar, batu kecil cenderung dianggap remeh dan seolah-olah tidak kita perhatikan. Bahkan, banyak diantara kita tidak menghindari batu kecil ini. Pernahkah kita mendengar orang terpelesat akibat batu besar? Tidak pernah kan.

Batu besar memang menghalangi langkah kita ke depan. Namun kita dapat memikirkan cara untuk memutari batu tersebut, menghancurkan batu tersebut atau memindahkan batu tersebut.

Batu kecil, tidak menghalangi pandangan kita ke depan. Namun jika kita tidak berhati-hati berjalan di atasnya, batu tersebut dapat membuat kita tergelincir atau terjatuh.

Menurut anda, mana yang lebih sakit? Langkah kita terhenti karena batu besar di hadapan kita atau kita terjatuh ke bawah karena batu kecil?

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.