on Leave a Comment

Krisis Itu Sahabat Kita

Jaman sekarang semua serba mahal, contohnya saja daging sapi mahal, daging ayam juga mahal, harga cabe rawit pun ikutan pedas di kantong. Ada yang bilang sekarang masa perlambatan ekonomi. Banyak kebijakan pemerintah yang mencekik leher, pajak dinaikkan, listrik dan air silih berganti mendaki ke puncak. Belum lagi nilai tukar rupiah yang makin hari makin melemah, konon katanya mau genjot ekspor agar menambah devisa. Sudah pasti yang di-ekspor masih seputaran tanah tempat kita berpijak, bahan baku yang sebenarnya masih bisa kita olah untuk diberikan nilai tambah dan masih banyak yang lain. Ditengah potensi kekayaan SDA di bumi pertiwi ini, nyatanya sekarang kita sedang memasuki periode yang dinamakan Krisis.

Ada banyak sekali krisis yang saat ini sedang booming di negara kita. Kalau mau mengutip kata anak jaman sekarang, lagi trend gitu loch. Sebelumnya kita disuguhi dengan trend batu akik, sekarang kita disuguhi dengan trend krisis.

Sumber : https://www.flickr.com/photos/daquellamanera/3497694469
Ambil saja sekarang contoh nyata yang sedang berlangsung di Jakarta. Carut marut pejabat pemerintah dengan anggota DPRD mengisyaratkan adanya krisis kepercayaan di antara dua pihak. Yang satu tidak suka cara kerja yang lain, sedangkan yang satu tidak percaya dengan yang lain. Klop sudah. Imbasnya tentu ada di rakyatnya. Sudah tentu kalau cerita dua gajah bertarung, area yang dirusak lebih besar dari luas dari badan gajah itu sendiri. Yang ini namanya krisis politik.

Lain halnya lagi kalau kita sempat duduk cantik di kopitiam. Obrolan ringan dari para businessman selalu terdengar kala kita menyeruput secangkir kopi panas. Pembukaan obrolan selalu basi, hingga sampai ke titik pembicaraan paling menarik sekaligus cenderung mengharukan, yaitu ketika mereka berbagi masalah mengenai peliknya usaha saat itu, turunnya laba yang diiringi dengan sulitnya memutar arus barang yang mereka miliki. Tidak jauh berbeda dengan yang diberitakan oleh surat kabar yang tergeletak begitu saja di depan meja mereka. Sudah tentu, berita sore hari yang biasanya ditayangkan di tv pun tidak kalah heboh, terjadi perlambatan ekonomi di sejumlah . Tingkat pertumbuhan ekonomi di tahun ini sepertinya tidak bisa mencapai angka yang mereka targetkan sebelumnya. Hm..krisis ekonomi pun sudah terjadi.

Pembahasan yang menarik dari meja sebelah pun akhirnya terganggu dengan bunyi dering handphone. Jam larut seperti ini ternyata atasan masih rajin menelepon. Tidak jauh dari urusan di kantor, project dan status yang saat ini ada. Walaupun sudah ada team yang bertugas di sana dan setiap 12 jam selalu diupdate informasi terbaru di group, nyatanya beliau lebih suka jika status pekerjaan terkini diberikan dari saya langsung. Ada semacam hal yang dirasa kurang jika berita itu bukan dari mulut saya, begitulah yang biasanya atasan saya berkata ketika saya menanyakan perihal mengapa tidak mempercayai status di forum. Nampaknya kita bisa menyimpulkan bahwa di lingkungan kantor pun akan ada krisis semacam ini, krisis kepercayaan.

Ramainya suasana di dalam ruangan itu ternyata membutakan lamanya saya di sana. Kami pada akhirnya harus saling melambaikan ucapan perpisahan kepada sesama kolega. Beberapa diantaranya adalah sahabat di masa kecil saya. Kami memang jarang sekali ketemu, tapi kami tetap berkomunikasi jarak jauh melalui media sosial. Pertemuan itu bisa dibilang adalah pertemuan yang pertama sejak kami lulus masa sekolah sebelum memasuki kuliah. Walaupun pertemuan tersebut hanya berlangsung sesaat, namun saya sangat menikmatinya. Acara sudah diatur sedemikian rupa agar quality time lebih diutamakan di dalamnya.

Kejadian ini mengingatkan saya mengenai arti dari keberadaan teman dengan sahabat. Sahabat, sekalipun jauh, akan selalu datang dan menemani kita dengan secangkir kopi di atas meja walau cuaca di luar sedang tidak bersahabat. Berbeda dengan teman, mereka yang sering kita habiskan waktu lebih banyak namun saat musibah datang, berbagai macam alasan untuk pergi menghindar dari kita. Sejauh ini, saya dapat merasakan bahwa Quality time lebih bagus dari Quantitative time.

Pertemuan ini menyadarkan saya tentang berita krisis yang belakangan kerap terjadi. Krisis itu seperti sahabat kita, datang saat kita sedang bergelut dengan masalah. Krisis bukan musuh kita. Krisis adalah sahabat kita, yang akan selalu mengunjungi kita dan menyadarkan kita akan kondisi buruk saat ini dapat terulang kembali jika kita tidak mempersiapkan masa depan dari sekarang secara tepat, teliti dan hati-hati.

Mau tidak mau, cepat atau lambat, krisis akan menjadi sahabat kita. Siapa yang akan menyangka jika pertemuan saya dengan sahabat saya yang satu ini akan menghabiskan lebih dari secangkir kopi?

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.