on Leave a Comment

When Enough Is Never Enough (Ketika Cukup Tidak Pernah Cukup)

Ungkapan "Mencegah lebih baik daripada Mengobati" sudah sering kita dengar. Tidak hanya untuk penyakit, namun bisa diartikan untuk hal-hal yang tidak dapat diperbaiki jika sudah terlanjur kejadian. Pada Kenyataannya masih banyak di antara kita yang masih sampai saat ini seperti berusaha menguji akan pembenaran kata-kata di atas.

Ini adalah kisah menarik yang akan saya ceritakan. Bermula dari sebuah team baru yang memegang peranan baru. Bisa dibilang bahwa team ini adalah team baru dengan personel baru dan dengan ruang lingkup pekerjaan yang dulunya adalah kerjaan sampingan team lain. Team ini awalnya beranggotakan 2 orang dan kemudian seiring dengan waktu bertambah, pada akhirnya mencapai 8 orang.

Banyaknya deadline yang harus dikejar mengharuskan team ini memacu adrenalin di setiap nafas, tidak hanya saat menjejakkan kakinya ke area kantor, melainkan harus menarik nafas yang panjang saat meletakkan kakinya keluar dari kantor. Sesekali nafas pendek dapat pula ditarik hembuskan jika ada pekerjaan yang "tertangkap" melenceng dari target. Kadang aliran informasi yang tidak lengkap dan sering terputus di tengah jalan, dan terlalu banyak dibumbui ketika sampai di telinga atasan membuat suasana kerja semakin tidak kondusif.


Ketika cukup itu tidak pernah cukup
Kerja sama dalam team tersebut tidak bisa dikatakan buruk, saat yang satu sedang menghandle kerjaan lain, maka yang satunya akan berganti posisi untuk mengisi kekosongan partnernya. Masalah yang sering muncul adalah bahwa setiap individu dalam team tersebut memiliki kelebihan masing-masing yang tidak ada pada individu lainnya. Dibutuhkan sesi transfer knowledge agar ketimpangan pengetahuan ini menjadi seimbang. Pada akhirnya, hal ini pun adalah hasil yang diinginkan oleh semua stakeholder.

Namun, apa daya jika semua individu dibebankan pekerjaan yang maksimum. Semua orang dalam team tersebut mengeluh dan mengadakan meeting internal. Walau lebih banyak curhat yang muncul di dalam meeting itu, pada akhirnya semuanya berharap pada akhir yang bahagia. Mereka bersatu dalam pikiran dan mental, jika kerjaan yang banyak ini pada akhirnya akan berlalu. Saat hujan deras berhenti, saat itulah pelangi muncul di hadapan matahari. Setidaknya, hanya itulah pegangan mereka dalam menghadapi gempuran pekerjaan yang tiada pernah berhenti.

Suatu hari mereka harus menerima kenyataan bahwa pekerjaan tidak akan berakhir, karena jika memang demikian maka keberadaan mereka pun tidak ada gunanya lagi. Bulan demi bulan berlalu, dan di setiap akhir bulan, treatment yang berbeda sudah mereka jalani. Mereka memotivasi diri mereka sendiri, memanjakan dan selalu berharap jika mereka tidak dieksploitasi terlalu berlebihan.

Memang benar bahwa kemampuan terbaik seseorang akan muncul jika diposisikan dalam keadaan terdesak. Satu per satu kemampuan individu dalam team tersebut pun bermunculan. Kemampuan memimpin setidaknya memainkan peran penting dalam urusan ini, jika saja tidak berhasil memimpin team, setidaknya bisa memimpin diri sendiri. Bukan meremehkan, namun saat hasil yang dicapai tidak sesuai keinginan semua orang, maka orang tersebut akan menjadi kambing hitam. Segala yang diperbuat seolah-olah tidak memberikan makna. Oleh karena itu, point plus diberikan kepada mereka yang bisa menerima makian, kritik dan emosi para petinggi.

Sering sekali team tersebut berlaku bagaikan pelayan. Memberikan apa yang diperintah, menyelesaikan segala carut marut masalah, bahkan terkadang harus me-lobby beberapa orang yang terkenal dengan julukan super moody. Berlatih di depan cermin milik orang ternyata memberikan nilai keuntungan yang instan, setidaknya bagus untuk saat itu. Point plus diberikan kepada mereka yang bisa merendahkan egonya terhadap orang lain.

Mereka pun terkenal beringas, bukan dalam hal perilaku, melainkan dalam hal pemborosan energi. Mereka yang pertama datang ke kantor, mereka pula yang terakhir pulang dari kantor. Di saat semua ruangan berlomba-lomba untuk menunjukkan keterikutsertaannya dalam program hemat energi, mereka sendirian dengan lantang bertahan di bawah sinar gemerlap lampu kantor, berusaha mengejar target yang sudah mereka sepakati. Point plus diberikan kepada mereka yang mengerti agar tidak pernah menempatkan kepentingan golongan / pribadi di atas kepentingan project.

Walau berat, namun mereka selalu merasa ringan untuk tersenyum. Kalaupun tertawa, itu pun tidak dapat bertahan lama jika dibandingkan lamanya muka mereka serius di depan komputer. Biasanya jika sudah di atas jam offisial kantor, akan ada satu atau dua yang bertugas untuk menghibur sesama. Mereka bukannya pelawak ataupun berusaha untuk mengganggu konsentrasi temannya, melainkan mereka ingin menunjukkan kepada team lain, bahwa mereka pun sebenarnya bisa bersuara walau kadang suara mereka (lebih banyak) tidak bernilai. Point plus diberikan kepada mereka yang selalu percaya pada atasan, kita memang butuh kepercayaan di saat krisis seperti ini.

Hingga satu hari, mereka mendapatkan sebuah adegan dalam cerita fiksi yang dibawakan oleh team leader mereka. Leader mereka bercerita tentang sebuah cerita balapan mobil. Masa itu adalah jaman dimana mesin mobil balap didesain dengan se-inovatif sehingga memberikan daya pacu yang tinggi. Pihak penyedia mesin berlomba-lomba memecahkan rekor mobil tercepat. Di setiap sirkuit yang diadakan, pasti selalu ada yang mengukir rekor tercepat. Jika ada rekor tercepat tercipta hari ini, maka keesokkan harinya rekor tersebut terlewati.

Seorang pembalap mendapati bahwa capaian kecepatan tidak dapat dibatasi oleh setengah lingkaran berbentuk kaca yang disebut dengan speedometer. Namun, keselamatan pengemudi dan teamnya dibatasi oleh kecelakaan yang dapat ditimbulkan apabila tidak berhasil mengendalikan laju kecepatan yang dihasilkan oleh mobil tersebut.

Pembalap: P
Boss : B

P: Kecepatan mobil ini mencapai 300Km/Jam pada puncaknya
B: Bagus sekali! Sepertinya itu cukup. Tapi lebih baik lagi jika kita bisa melampaui batasan itu!

P: Ok, kita coba lewati kecepatan itu
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
B: Good job. Berapa kecepatan dari hasil kemenangan hari ini?
P: 320 Km/Jam

B: Excellent! Jika kamu bisa lebih cepat lagi dari itu, kemenangan esok sudah pasti di tangan
P: Ok, kita lihat apa bisa lebih cepat lagi
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
B: Team yang lain benar-benar tertinggal jauh. Berapa kecepatan mobil tadi?
P: 350 Km/Jam

B: Bisa lebih cepat lagi kan?

Adegan tersebut menggambarkan betapa tidak pernah ada kata cukup jika kita berhasil melewati satu capaian tanpa disadari mungkin ada beberapa hal yang dikorbankan untuk mencapai posisi itu. Dalam adegan itu diceritakan bahwa kecepatan mobil pada puncak adalah 300 Km/Jam dengan mengikutsertakan batasan yang aman, dimana pembalapnya memiliki sikap ketenangan dan faktor keselamatan.

Saat diminta untuk menaikkan limit, itu berarti pembalap harus menaikkan skill (ketahanan) dalam memegang kemudi. Tidak banyak orang yang bisa memegang kemudi jika memacu mobil dalam kecepatan tinggi. Di lain waktu, ketika pembalap diminta untuk kembali menaikkan batasan kecepatan dalam memacu mobilnya, bisa jadi faktor keselamatan sudah tidak dipikirkan lagi oleh si pembalap guna mencapai target yang diinginkan oleh si Boss.

Dalam adegan ini, perilaku Boss mencerminkan keinginan untuk mendapatkan hal yang lebih. Tentunya jika tidak dibendung ataupun tidak dipenuhi, maka kita harus memberikan data berupa fakta agar tidak dikatakan sebagai pemalas. Dan biasanya selalu ada jalan untuk ke Roma, setidaknya itu menurut si Boss.

Cerita di atas berhenti saat salah seorang team menanyakan, bagaimana kelanjutan cerita itu jika si pembalap berusaha melampui batas kecepatan yang sudah diraihnya? Jika berhasil, maka dia akan terus dihadapi permasalahan agar selalu bisa melewati batas kecepatan tertinggi yang pernah dibuatnya. Dan jika tidak berhasil, maka nyawanya dan reputasi teamnya mungkin akan dipertaruhkan.

Cerita yang sebenarnya adalah bahwa si pembalap pada akhirnya tidak dapat melewati batas kecepatan yang sudah pernah diraihnya. Alih-alih memecahkan rekor, dia malah mempertaruhkan keselamatannya yang berujung kecelakaan dan menyeret nyawanya. Teamnya pun divonis larangan untuk tampil karena kecelakaan itu, dan tidak ada satupun pembalap yang membalap di team itu lagi mengingat akan reputasi buruk management terhadap pembalap dan team, yaitu mendahulukan kepentingan bisnis dan mengesampingkan keselamatan pembalap dan krunya.

Pada akhirnya, jika sudah kejadian maka akan sulit sekali untuk diperbaiki. Selayaknya vas bunga yang sudah jatuh dan pecah, sangatlah sulit menyatukannya seperti semula. Ketika segalanya bergerak di luar kendalimu, saat engkau masih sadar, hendaknya kau ucapkan kata cukup. Jika kita tidak bisa menghentikannya, setidaknya kita bisa melambatkannya.

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.